Dr. H. Bomer Pasaribu, SH, M.Si. (lahir di Batangtoru, Tapanuli Selatan, 22 Agustus 1942; umur 70 tahun) adalah salah seorang tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada paruh pertama era pemerintahan Abdurrahman Wahid.
Sosok serius Bomer Pasaribu amat mudah dikenali diantara puluhan wakil rakyat yang berkumpul di depan Ruang Rapat Paripurna. Pasalnya, hampir tidak pernah, mantan Menteri Tenaga Kerja di era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid ini melepaskan buku agenda berwarna hitamnya dari gengamannya. Bak karang kokoh ditengah lautan, kata-kata itulah yang paling tepat mengambarkan keseriusan wakil rakyat bernama Bomer Pasaribu dalam melaksanakan ketiga fungsi DPR RI.
Selain duduk sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi, Bomer juga aktif membahas masalah-masalah pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan dalam rapat-rapat Komisi IV DPR RI. Tak hanya itu, dalam setiap kunjungan kerja baik kunjungan kerja Komisi maupun pribadi, seolah tak mengenal lelah maupun kantuk, Bomer selalu mengikuti setiap pertemuan dengan teramat serius.
Bahkan, sedikit saja anggota Fraksi Partai Golkar ini dipancing untuk memberikan komentar tentang masalah pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI, Bomer pasti akan menjelaskan panjang lebar dengan mendetail masalah tersebut. Maklum selain dipercaya sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi, Bomer juga aktif melaksanakan tugasnya sebagai pengajar program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan program S2 dan S3 di Universitas Indonesia.
Tak hanya itu, gaya bicara Bomer yang lugas membuat semua masalah terlihat jelas, termasuk ketika Parlementaria mengajak mantan Pimpinan Golkar Sumut & Pusat (1964-2004) ini bertukar pikiran tentang pengalamannya sebagai anggota DPR RI.
Meski posisi DPR sekarang ini begitu kuat, tetapi peranan dari fraksi untuk menentukan garis politik dari anggotanya cukup kuat. Artinya, fraksi-fraksi itu masih cukup efektif dalam memberikan arahan terhadap sikap politik masing-masing anggotanya. Sehingga membuat sikap politik dalam keseharian masing-masing anggota DPR belakangan ini seringkali tidak jelas lagi. Masing-masing anggota DPR seolah-olah independen didalam menanggapi masalah aktual yang ada dalam melaksanakan tugas-tugasnya di alat kelengkapan dewan, sehingga terasa sangat dinamis. Tetapi di lain sisi, tetap ada arahan fraksi yang dirasakan pada waktu pengambilan keputusan akhir pada waktu ke tingkat paripurna, ? jelas Bomer.
Meski demikian mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (1971-1982) dan mantan Ketua Umum HPWD (Himpunan Ahli Perencanaan & Pembangunan Wilayah dan Perdesaan) periode 2001-2004 ini mengaku sangat menikmati dalam melaksanakan setiap tugas yang diembannya, baik sebagai anggota Komisi IV DPR RI maupun Pimpinan Badan legislasi.
Tak sekedar menikmati, Bomer Pasaribu pun aktif mengkonsep sejumlah blue print yang bermuara dari pemikiran yang jernih dan tulus dari seorang anak bangsa yang mencoba membantu mengangkat nasib Negara yang dicintainya dari keterpurukan yang berkepanjangan.
Sekarang ini kita mencoba untuk meyakinkan banyak pihak walaupun tidak mudah untuk kembali kepada suasana yang selalu kami kampanyekan sebagai sebuah upaya menyongsong masa depan, mempercepat masa transisi, memperpendek masa transisi, dan mempercepat transformasi, ?papar Bomer.
Diungkapkan Bomer, gagasan ini berawal pada sebuah pemikiran bahwa krisis yang ada saat ini merupakan kepanjangan krisis yang lalu. Dikatakan Bomer, krisis 1997 yang terjadi di Thailand yang kemudian mengalir ke Indonesia, Malaysia, Filipina, Korea serta beberapa negara lainnya. Sejumlah negara sempat menderita akibat krisis tersebut, namun ironisnya hanya Indonesia yang sampai sekarang masih menderita dan belum sepenuhnya pulih.
Menurut Bomer, belum pulihnya Indonesia dari krisis ditandai dengan adanya kondisi kemiskinan di Indonesia mencapai kondisi terburuk dalam 36 tahun.
?Jadi kita bukan pulih dari kemiskinan, tapi makin meledak. Pengangguran kita selama 38 tahun belum pernah double digit, sekarang terjadi pengangguran yang double digit. Jadi tingkat kemiskinan dan pengangguran saat ini adalah yang terburuk dalam kurun waktu 36 tahun, ?terang Bomer.
Dikatakan Bomer, jika di masa Orde Baru selalu ada trilogi pembangunan dimana masalah pemerataan menjadi kata kunci, namun sekarang ini justru tingkat ketimpangan kita antar yang kaya dan miskin, antara kota dan desa, Indonesia timur dan barat, Jawa dan luar Jawa, Jakarta dan luar Jakarta justru meledak pada suasana yang makin memprihatinkan dan makin jelek. ?Ini harus jadi PR kita kedepan untuk kita selesaikan, ? tandas Bomer.
Kedua, kata Bomer, transisi ini akan bertambah lama kalau belum ada kesepakatan kita akan mengamalkan lebih dulu UUD 45 hasil empat kali amandemen.
Oleh karena itu kami akan menggelar agenda. Yang satu bersifat politik yang Kedua, bersifat yuridis dan yang ketiga bersifat public policy.
Program Legislasi
Seolah telah hafal diluar kepala, Wakil Ketua Badan Legislasi yang pernah dipercaya menjadi Pimpinan Federasi SPSI Pusat (1985-2002) ini menjelaskan, bahwa dalam menyusun program legislasi di DPR RRI dalam membentukan hukum harus diarahkan kepada hal yang bersifat rasional, yaitu apa yang diperintahkan UUD 45 yang jadikan skala prioritas untuk diselesaikan menjadi UU.
?Contohnya UU Wilayah Negara. Semenjak kita merdeka belum ada UU Tentang Wilayah dan Batas Negara. Kami sudah lahirkan. Kemudian UU tentang Tata Ruang Nasional, yang perlu ada supaya kita mengelola tata ruang dengan baik berdasarkan paradigma baru, otonomi baru.
Kemudian yang ketiga UU Tentang Pengelolaan Wilayah Kelautan. Selama ini kita tidak punya UU itu. Keempat UU tentang Wilayah Udara Nasional. Kelima UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimana ini juga merupakan kekayaan yang sama sekali tidak terjamah dengan baik.
Yang keenam adalah UU tentang Reforma Agraria yang merupakan kata kunci untuk menempatkan lahan, tanah, air dan udara ini untuk kepentingan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan menggunakan apa yang baik pada UU Pokok Agraria yang lama yang dilahirkan pada tahun 1960.
Mana yang bagus kita mutakhirkan, kita segarkan dan mana yang kurang sesuai kita sesuaikan. Sehingga kami rancang UU Reforma Agraria untuk dijadikan skala prioritas dan itu semua sejalan dengan apa yang sudah kita hasilkan dituangkan juga dengan adanya rencana UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20 tahun sebagai penjabaran visi bangsa Indonesia,? kata mantan Pimpinan Federasi SPSI Pusat (1985-2002)
ini panjang lebar.
Anggota Komisi IV DPR RI yang juga pernah menjadi Anggota Manggala BP7 Pusat (1984) ini menandaskan, semua kerangka legislasi ini tidak hanya di bidang kewilayahan, namun juga dibidang politik yang akan segera diselesaikan DPR RI.
Kelompok paket UU tentang hukum juga yang akan kita selesaikan yaitu revisi UU tntang MK, KY, Kekusaan Kehakiman, MA, dan KPKKelompok ketiga ini pun harus kami jadikan skala prioritas, ?jelas anggota yang dikenal dengan julukan ?buku berjalan? ini dengan tegas.
Kelompok RUU lain yang menjadi prioritas Bagian Legislasi untuk segera dibahas adalah RUU yang menjamin adanya kemakmuran, kesejahteraan.
?Terutama bidang ekonomi. Tahun ini akan kami selesaikan UU Lahan Abadi pertanian. Lahan abadi untuk tanaman pangan saat ini sangat terancam arena degradasi lingkungan, yang disebabkan adanya alih fungsi, kehancuran irigasi dan tata hidrologis tata air dan pengaruh perubahan musim sehingga semua mengalami kemerosotan.
Kalau di Jepang petaninya dua persen tapi hasil pertaniannya jauh lebih besar dari Indonesia yang mayoritas penduduknya petani. Bahkan petani di Indonesia kerap pula kekurangan pangan. Maka dari itu Baleg DPR RI akan memprioritaskan RUU ini sebagai UU kelompok ketiga termasuk juga UU tentang penyakit hewan dan wabah-wabah penyakit hewan, ? paparnya.
Kehancuran lahan kehutanan di Indonesia, lanjut Bomer, juga menjadi perhatian dari Baleg DPR RI dalam menetapkan prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2007.
?Karena itu Baleg DPR RI menempatkan UU Anti Pembalakan Liar sebagai prioritas sebab kami yakin jika tidak ada perlindungan yang kuat terhadap pembalakan liar ini maka akan ada proses pemiskinan luar biasa bagi rakyat Indonesia, sebagaimana proses kemiskinan dibidang pertanian, masyarakat peternak, kelautan perikanan. Oleh karena itu juga RUU Pengelolaan wilayah pesisir tahun ini kita selesaikan,? kata Bomer.
Namun Bomer berharap, pada tahun ini Baleg dapat menambah jumlah RUU yang menjadi prioritas. Sebab saat ini ini Baleg sudah memiliki 17 tenaga ahli, selain itu kita akan dapat tambahan 13 orang lagi sehingga tenaga ahli terbesar di DPR adalah baleg dengan jumlah 30 orang.
Hubungan dengan konstituen
Keseriusan Bomer tak hanya terlihat dalam melaksanakan tugas bidang legislasi. Dalam hal berhubungan dengan konstituen pun Bomer selalu serius dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat,
?Hubungan dengan konstituen harus selalu dibangun. Jadi kalau kita seorang politisi, maka bagi kita hubungan dengan konstituen itu tidak bisa dibangun secara mendadak, harus ada rancangan dan semuanya harus termanage dengan baik, ? tegas Bomer. Karena itu Bomer mengaku tidak paham dengan banyaknya politisi yang lompat pagar, langsung jadi.
?Menurut saya hal seperti itu tidak baik. Karena saya menyakini untuk menjadi sesuatu, harus ada rancangan terlebih dulu. Semua dihitung, semua dimanage, direncanakan, semua dicalculate. Saya dapil Sumut III dari dahulu. Jadi saya pelihara, dan saya punya nama yang baik disana, dan saya dengan konstituen memiliki hubungan berkesinambungan dan termanage dengan rapi,? papar Bomer.
Managing And Learning Families
Everything must be design. Everything must be plan. Every people must have a good manage for every step.? tampaknya itu merupakan prinsip yang benar-benar dipegang teguh dan dijalankan oleh pria kelahiran Batangtoru Tapanuli Selatan, 22 Agustus 1943 ini.
Bomer berprinsip setiap orang harus memanage dirinya sendiri baik sebagai pilihan hidupnya dan harus selalu terus menerus belajar. "Rancangan manajemen itu antara lain planning. Planning yanag paling perlu untuk dua tahun, lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga pulun tahun yang akan datang. Bagaimana pendidikan saya sekarang, dua tahun lagi, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi. Bagaimana pendidikan anak saya, pekerjaan anak saya dan seterusnya. Semua didalam perencanaan dan semua terus menerus belajar, ? papar Bomer.
Karena itu, lanjut Bomer, dalam keluarga saya, saya selalu menegaskan bahwa adalah managing family yang termanage dan learning family yang terus-menerus belajar.
Ini saya buktikan pada diri saya sehingga seluruh hidup masing-masing anak dan cucu saya sudah dirancang, ? tegas Bomer.
Prinsipnya, terang Bomer, saya dan keluarga saya, membuat suatu piagam yang dirapatkan bersama dalam keluarga. Bomer Pasaribu dan anak-cucu mendeclare diri bahwa keluarga Pasaribu dengan menantunya, anaknya dan cucunya adalah managing and learning families.
Ini kami terapkan karena mereka semua lulusan luar negeri, tidak satupun anak saya yang tidak sekolah diluar negeri, semua lulusan master luar negeri, menantu saya juga, dan itu semua berkat dua prinsip yang kami yakini yaitu memanage diri dengan baik dan selalu terus menerus belajar,? tambahnya.
Berdiri di Dua Kaki
Ketika diangkat sebagai Menaker, Bomer tengah dipercaya sebagai Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Bahkan, saat pengumuman kabinet berlangsung, Bomer sedang berada di kantor SPSI. Selepas dari Menteri, Bomer kembali dipercaya sebagai anggota DPR RI. Kesuksesan demi kesuksesan telah berhasil diraih ayah lima anak ini berkat prinsip-prinsip yang tak hanya diyakininya tapi juga dilaksanakannya.
?Semua anak dan cucu saya juga saya minta memanage diri sendiri. Saya bebaskan mereka untuk memilih masa depan mereka sendiri. Mulai dari SD, SMP, lalu SMA. Semua di rancang sendiri. Intinya kita jangan kumaha angke. Jadi mereka harus mengancang-ancang dirinya dengan manajemen dirinya dan keluarga . Saya tidak pernah mendesign masa depan mereka, saya hanya memberikan pendidikan yang bagus.? kata Bomer.
Namun, lanjut Bomer, saya juga menegaskan agar kita jangan pernah berdiri hanya dalam satu kaki. Saya selalu menegaskan agar kita jangan hanya berdiri dengan satu kaki. Kita harus berdiri dengan dua kaki. Dalam hidup saya sendiri, saya sudah memilih pilihan hidup saya dua, sebagai politisi dan akademisi.
Karena itu saya selalu minta anak cucu mereka mendesaign dirinya berdiri tidak satu kaki tapi dua kaki. Jadi misalnya anak saya sekarang birokrasi, kemudian dia sekolah mengambil doktor, jadi dia dua kaki. Anak saya yang sekarang ada di Australia juga begitu, sekarang dia wiraswasta di perusahaan tapi juga dia masuk kedalam pendidikan.
Diri saya, saya jadikan sebagai contoh.Sejak awal bercita-cita hanya dua, yaitu menjadi politisi dan akademisi. Jadi menjadi politisi dan akademisi.
Akademisi merupakan bidang keahlian saya. Sehingga sampai dua puluh tahun saya terus menerus memimpin delegasi pekerja ke ILO mulai tahun 1982-2002. Bahkan ilmu-ilmu yang berasal dari pengalaman saya, saya pergunakan untuk mata ajaran saya dan bidang saya dan juga dalam menjalankan fungsi saya sebagai politisi. Jadi semua yang kejar, saya sinergi dengan dua kaki ini. Kaki pertama di politisi, kaki kedua di akademisi. Dua ini tidak menjadi permusuhan, tapi kedua kaki ini terus menerus saling mengisi.
Saya terus berjalan menjalankan kekuatan saya dengan prinsip yang saya yakini tadi, yaitu managing dan learning families. Saya terus mengisi diri, ? tandas ayah dari 5 orang anak ini.
Eksekutif V.S. Legislatif
Meski mengaku tidak pernah bermimpi menjadi menteri, namun, suami dari Hj. Sari Ena Lubis ini mengaku mendapatkan banyak pengalaman yang relatif cukup menarik.
Waktu saya di eksekutif, saat itu masih pada masa peralihan dari yang lama ke yang baru. Peranan menteri dalam hal ini juga pemerintah boleh dikatakan masih mendapatkan penghormatan yang baik dari DPR, dimana mereka merespon hubungan antara DPR dengan kabinet relatif masih cukup saling menghargai, saling seimbang, ?tutur Bomer.
Bomer beranggapan posisi di kabinet sekarang jauh lebih sulit karena gaya berpolitik dari para anggota di parlemen sekarang jauh berbeda.
?Di jaman saya secara universal, parlemen language masih santun, baik. Namun sekarang ini parlemen sering bersikap bahasa yang keras, agak tajam. Jadi bila dibandingkan dengan jaman saya, sekarang ini jauh lebih lugas bahkan kadangkala cukup tegas dan keras. Menurut saya agak kurang lagi sesuai dengan apa yang lazim dikatakan dengan parlemen language, ? kritik Bomer.
Namun Bomer mengakui, pengalamannya menjadi salah satu anggota DPR RI periode sekarang, sangat menarik oleh karena begitu banyak hal yang unik.
Yang pertama, saya belum pernah mengalami satu periode dimana fraksi-fraksi begitu banyak sehingga fragmentasinya begitu luas sekali. Kedua yang menurutnya juga sangat signifikan adalah pergeseran peranan yang sangat kuat dari eksekutif heavy menjadi legislatif heavy yang terjadi karena amandemen UUD 45 sebanyak empat kali. Namun pada dasarnya, menurut Bomer, sebetulnya ada juga perkembangan dinamis yang mengarah pada keseimbangan yudikatif heavy.
?Jadi sebetulnya kalau sekarang parlemen dianggap cukup kuat ada benarnya. Tetapi sebenarnya peranan lembaga yudikatif pun sangat kuat. Dan memang betul, bobot dari kekuasaan eksekutif berkurang dimana pada UUD 45 yang disebutkan dengan tegas bahwa consentration of power and responsibility abounded the president. Itu adalah terjemahan yang langsung otentik dari UUD 45 sebelum amandemen dimana consentration of power and responsibility abounded the president artinya seluruh puncak-puncak pemusatan kekuasaan dan pertanggungjawaban berada pada kendali penuh presiden. Pergeseran ini juga menimbulkan fenomena yang sangat berbeda dengan masa lalu, ?papar Bomer.
Reformasi Kebabalasan
Pengalaman menarik lain yang dirasakan Bomer dengan menjadi anggota DPR RI pada periode transisi, adalah adanya pengalaman nelihat kenyataan bahwa pada masa peralihan dari periode Orba ke orde reformasi ini telah terjadi transisi yang tidak berjalan mulus.
?Mengapa tidak berjalan mulus ? Ada beberapa penyebab. Pertama, ada bagian-bagian dari reformasi ini yang menurut saya cenderung kebablasan. Misalnya adalah didalam otonomi. Dimana ada daerah yang jumlah penduduknya 8531 orang bisa berdiri sendiri menjadi daerah kabupaten otonom yang mempunyai seorang bupati, wakil bupati, puluhan dinas dan DPRD, ?terang Bomer.
Sebagai salah seorang pimpinan Baleg DPR, Bomer Pasaribu mendapati kenyataan yang menunjukkan betapa berbagai perkembangan dalam otonomisasi ini terlalu dinamis dan kadangkala ada bagian yang cenderung out of control.
?Tidak satupun RUU yang lepas dari proses Baleg. Karena itu saya merasakan usul-usul dari daerah dan juga berbagai pihak untuk mengadakan pemekaran besar-besaran baik di tingkat kabupaten kota sampai provinsi, sebagian juga justru menimbulkan problematika baru, ? kata Bomer.
Bahkan, lanjut Bomer, pernah saya ingatkan bahwa perkembangan yang begitu dahsyat dari pemekaran ini cenderung berlebihan dan dapat menjadi bom waktu. Jika semua permohonan menjadi daerah otonom kabupaten kota atau provinsi diloloskan, bukan tidak mungkin diakhir masa jabatan presiden sekarang ini bisa menjadi antara 700-1000 daerah otonom. Itu bisa menjadi bom waktu yang kontra produktif.
?Menurut saya dengan banyaknya perluasan dan banyaknya pemekaran telah terjadi proses birokratisasi pemerintahan yang luar biasa yang sangat mengganggu manajemen yang sehat dibidang eksekutif demikian juga di bidang politik dan legislatif. Sehingga pemekaran itu bukannya menimbulkan kelipatgandaan kesejahteraan masyarakat tetapi yang terjadi adalah birokratisasi regulasi yang menimbulkan beban justru dari masyarakat harus membiayai aparat birokrasi, ? tegasnya.
Hal lain yang menurut Bomer juga sangat kebablasan adalah banyaknya organisasi-organisasi independen yang baru.
?Sekarang ini ada 29 organisasi independen baru yang seyognya itu dilingkungan eksekutif tetapi tidak bisa dikendalikan presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Contohnya badan penyiaran, badan yang mengawasi BI, badan yang mengawasi kejaksaan, badan yang mengawasi kepolisian, dan banyak lagi, ? kata Bomer.
Menurut Bomer ada kecenderungan setiap UU melahirkan lembaga otonom baru. Sehingga sebagai pimpinan Baleg, Bomer akan mempertimbangkan akan hanya akan meloloskan adanya badan otonom itu, apabila secara manajemen benar-benar sangat dibutuhkan.
?Kalau tidak lembaga otonom akan bertambah terus sehingga dapat menyulitkan pemerintahan karena akan terjadi kesemerawutan manajemen dan itu dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan mata rantai pengambilan keputusan dapat mengalami kemacetan, ? kata Bomer.
Eforia Reformasi
Bertukar pikiran dengan lulusan program S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (1976), dan sekaligus program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (1980) dan program S2 Institut Pertanian Bogor (1996) serasa tiada habis ide cemerlang yang akan kita peroleh dari buah pemikiran anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini.
Menurut alumni SDN Padang Sidempuan (1955), SMPN B Padang Sidempuan (1958), dan SLTAN B Padang Sidempuan (1961) ini dampak jelek dari pemekaran wilayah yang merupakan eforia dari reformasi adalah, Indonesia akan mengalami kesulitan luar biasa didalam penanganan kesejahteraan rakyatnya.
?Sebab dengan jumlah penduduk yang sedikit dan ada Bupati, Wakil Bupati, Dinas dan DPRD dengan biaya sendiri sehingga bukan masyarakat yang disejahterakan tapi pencarian dana untuk menghidupi birokrasi yang menurut saya akan terjadi birokratisi besar-besaran. Padahal kecenderungan dari demokrasi adalah debirokratisasi, ?jelas Bomer.
Untuk itu, terang Bomer, dalam program legislasi DPR RI, yang di loloskan adalah RUU yang benar-benar diperlukan seperti UU Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan yang mengatur perlunya badan penyuluhan pertanian yang pada masa lalu agar kita bisa swasembada pangan pada tahun 1984.
Hal lain yang dinilai Bomer kebablasan adalah berlebihannya pertumbuhan organisasi sosial politik dan kemasyarakatan.
Contohnya dibidang organisasi politik sampai sekarang hampir tiap minggu ada parpol baru yang mendaftarkan di DephukdanHAM, ? tambah Bomer. Karena itu, kedepan, menurut Bomer, harus dilakukan rasionalisasi kepartaian.
Ini untuk menuju yang jumlahnya lebih rasional tapi berlipat ganda dalam kualitasnya. Jadi bukan lagi ratusan parpol tapi efektif, misalkan hanya lima, enam atau tujuh parpol. Oleh karena itu kami di Baleg mengadakan diskusi dengan staff ahli kami untuk nanti didalam menyongsong UU politik yang akan datang kita rasionalisasikan.
Demikian juga di bidang ketenagakerjaan. Sekarang ini ada 91 organisasi nasional ketenagakerjaan, itu terlalu banyak sehingga serikat buruh dan pekerja itu tidak kuat. Bandingkan dengan Malaysia hanya dua, Jepang hanya tiga yang bersifat nasional. Di Indonesia ada 91,saya pikir terlalu banyak akhinya tidak ada yang kuat. Menurut saya ini suasana yang euforia, ? papar Bomer.
Itulah pemikiran Bomer Pasaribu, sang Karang Kokoh di tengah lautan. Ibarat karang, begitulah sosok Bomer Pasaribu, teguh memegang prinsip yang diyakininya dan melaksanakannya dalam menghadapi gelombang kehidupan yang begitu kencang mendera.
Jika ada selentingan kurang nyaman di dengar tentang wakil rakyat yang kerap di cerca lantaran sering kosongnya ruang-ruang rapat di DPR RI baik saat rapat paripurna maupun rapat alat-alat kelengkapan DPR RI lainnya, niscaya begitu melihat sosok Bomer Pasaribu yang serius dan senantiasa mengeluarkan ide-ide segar dalam rapat-rapat di DPR RI, image buruk itu akan sirna.
Begitu banyak kisah tentang Bomer Pasaribu. Mulai dari ketegarannya saat perahu nelayan yang ditumpanginya tersesat hingga mencapai batas wilayah perairan Australia saat mengikuti kunjungan kerja Komisi IV DPR RI ke Nusa Tenggara Barat hingga sifat keBapak-an Bomer yang demikian santun dalam bersikap kepada semua staf Sekretariat Jenderal DPR RI yang membantunya.
Pak Bomer itu selalu membawa ?buku pintar?nya kemanapun dia pergi. Begitu mendengar sesuatu hal penting beliau langsung mencatatnya. Demikian pula saat mengeluarkan pernyataan, beliau selalu menyatakannya disertai dengan data-data yang akurat. Pokoknya, kita tanya masalah apapun, baik tentang ketenagakerjaan, pertanian, pelaksanaan fungsi legislasi Dewan, pasti Pak Bomer bisa menjawabnya, ? kata salah seorang reporter Parlementaria yang kerap mengikuti kunjungan kerja Komisi IV DPR RI.
Tak hanya itu, saat penumpang pesawat yang lain asik terlelap dalam tidur, atau bercakap-cakap, Bomer Pasaribu justru asik membolak-balik buku yang sengaja dibawanya sebagai pengisi waktu luang.
Bahkan, pernah suatu saat ketika Bomer Pasaribu memimpin rombongan Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke Provinsi Sumatera Utara, tak segan-segan Bomer menambahkan dua agenda sekaligus lantaran adanya laporan dari konstituen tentang pelaksanaan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang kurang sesuai di Sibolangit.
Meki dikenal sebagai sosok yang work a holic Bomer tetap menyeimbangkan setiap ritme kerjanya dengan menjaga kesehatannya. Setiap pagi, di saat masih banyak diantara kita tertidur lelap, Bomer selalu meluangkan waktu usai sholat subuh untuk lari pagi. Wajar apabila di usianya yang paruh baya, stamina Bomer tetap terjaga. Rutinitasnya dalam melaksanakan aktivitas lari pagi yang terjadwal, menunjukkan keseriusannya dalam merencanakan segala sesuatu hal. Keseriusannya dalam merencanakan dan menghadapi segala sesuatu dalam kehidupan, itulah membuat Bomer Pasaribu merupakan figur langka yang patut dijadikan suri tauladan.
Andaikan semua generasi muda memahami pemikiran dan meneladani sosok Bomer Pasaribu, mungkin, para pemimpin bangsa tak perlu meluangkan begitu banyak tenaga dan pikiran untuk memberantas makin merajalelanya peredaran narkoba di kalangan generasi muda. Sebab, seperti keyakinan yang telah dijalankan Bomer Pasaribu, setiap orang harus merencanakan masa depannya sendiri dengan sebuah perencanaan matang dan perencanaan itu tidak hanya mengandalkan kemampuan kita hanya di satu bidang, melainkan kita harus mampu berdiri diatas dua kaki, seperti seorang Bomer Pasaribu, tak hanya dikenal sebagai politisi yang serius,handal dan cerdas, Bomer Pasaribu juga dikenal menguasai semua bidang keilmuan yang digelutinya.
Selain duduk sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi, Bomer juga aktif membahas masalah-masalah pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan dalam rapat-rapat Komisi IV DPR RI. Tak hanya itu, dalam setiap kunjungan kerja baik kunjungan kerja Komisi maupun pribadi, seolah tak mengenal lelah maupun kantuk, Bomer selalu mengikuti setiap pertemuan dengan teramat serius.
Bahkan, sedikit saja anggota Fraksi Partai Golkar ini dipancing untuk memberikan komentar tentang masalah pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI, Bomer pasti akan menjelaskan panjang lebar dengan mendetail masalah tersebut. Maklum selain dipercaya sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi, Bomer juga aktif melaksanakan tugasnya sebagai pengajar program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan program S2 dan S3 di Universitas Indonesia.
Tak hanya itu, gaya bicara Bomer yang lugas membuat semua masalah terlihat jelas, termasuk ketika Parlementaria mengajak mantan Pimpinan Golkar Sumut & Pusat (1964-2004) ini bertukar pikiran tentang pengalamannya sebagai anggota DPR RI.
Meski posisi DPR sekarang ini begitu kuat, tetapi peranan dari fraksi untuk menentukan garis politik dari anggotanya cukup kuat. Artinya, fraksi-fraksi itu masih cukup efektif dalam memberikan arahan terhadap sikap politik masing-masing anggotanya. Sehingga membuat sikap politik dalam keseharian masing-masing anggota DPR belakangan ini seringkali tidak jelas lagi. Masing-masing anggota DPR seolah-olah independen didalam menanggapi masalah aktual yang ada dalam melaksanakan tugas-tugasnya di alat kelengkapan dewan, sehingga terasa sangat dinamis. Tetapi di lain sisi, tetap ada arahan fraksi yang dirasakan pada waktu pengambilan keputusan akhir pada waktu ke tingkat paripurna, ? jelas Bomer.
Meski demikian mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (1971-1982) dan mantan Ketua Umum HPWD (Himpunan Ahli Perencanaan & Pembangunan Wilayah dan Perdesaan) periode 2001-2004 ini mengaku sangat menikmati dalam melaksanakan setiap tugas yang diembannya, baik sebagai anggota Komisi IV DPR RI maupun Pimpinan Badan legislasi.
Tak sekedar menikmati, Bomer Pasaribu pun aktif mengkonsep sejumlah blue print yang bermuara dari pemikiran yang jernih dan tulus dari seorang anak bangsa yang mencoba membantu mengangkat nasib Negara yang dicintainya dari keterpurukan yang berkepanjangan.
Sekarang ini kita mencoba untuk meyakinkan banyak pihak walaupun tidak mudah untuk kembali kepada suasana yang selalu kami kampanyekan sebagai sebuah upaya menyongsong masa depan, mempercepat masa transisi, memperpendek masa transisi, dan mempercepat transformasi, ?papar Bomer.
Diungkapkan Bomer, gagasan ini berawal pada sebuah pemikiran bahwa krisis yang ada saat ini merupakan kepanjangan krisis yang lalu. Dikatakan Bomer, krisis 1997 yang terjadi di Thailand yang kemudian mengalir ke Indonesia, Malaysia, Filipina, Korea serta beberapa negara lainnya. Sejumlah negara sempat menderita akibat krisis tersebut, namun ironisnya hanya Indonesia yang sampai sekarang masih menderita dan belum sepenuhnya pulih.
Menurut Bomer, belum pulihnya Indonesia dari krisis ditandai dengan adanya kondisi kemiskinan di Indonesia mencapai kondisi terburuk dalam 36 tahun.
?Jadi kita bukan pulih dari kemiskinan, tapi makin meledak. Pengangguran kita selama 38 tahun belum pernah double digit, sekarang terjadi pengangguran yang double digit. Jadi tingkat kemiskinan dan pengangguran saat ini adalah yang terburuk dalam kurun waktu 36 tahun, ?terang Bomer.
Dikatakan Bomer, jika di masa Orde Baru selalu ada trilogi pembangunan dimana masalah pemerataan menjadi kata kunci, namun sekarang ini justru tingkat ketimpangan kita antar yang kaya dan miskin, antara kota dan desa, Indonesia timur dan barat, Jawa dan luar Jawa, Jakarta dan luar Jakarta justru meledak pada suasana yang makin memprihatinkan dan makin jelek. ?Ini harus jadi PR kita kedepan untuk kita selesaikan, ? tandas Bomer.
Kedua, kata Bomer, transisi ini akan bertambah lama kalau belum ada kesepakatan kita akan mengamalkan lebih dulu UUD 45 hasil empat kali amandemen.
Oleh karena itu kami akan menggelar agenda. Yang satu bersifat politik yang Kedua, bersifat yuridis dan yang ketiga bersifat public policy.
Program Legislasi
Seolah telah hafal diluar kepala, Wakil Ketua Badan Legislasi yang pernah dipercaya menjadi Pimpinan Federasi SPSI Pusat (1985-2002) ini menjelaskan, bahwa dalam menyusun program legislasi di DPR RRI dalam membentukan hukum harus diarahkan kepada hal yang bersifat rasional, yaitu apa yang diperintahkan UUD 45 yang jadikan skala prioritas untuk diselesaikan menjadi UU.
?Contohnya UU Wilayah Negara. Semenjak kita merdeka belum ada UU Tentang Wilayah dan Batas Negara. Kami sudah lahirkan. Kemudian UU tentang Tata Ruang Nasional, yang perlu ada supaya kita mengelola tata ruang dengan baik berdasarkan paradigma baru, otonomi baru.
Kemudian yang ketiga UU Tentang Pengelolaan Wilayah Kelautan. Selama ini kita tidak punya UU itu. Keempat UU tentang Wilayah Udara Nasional. Kelima UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimana ini juga merupakan kekayaan yang sama sekali tidak terjamah dengan baik.
Yang keenam adalah UU tentang Reforma Agraria yang merupakan kata kunci untuk menempatkan lahan, tanah, air dan udara ini untuk kepentingan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan menggunakan apa yang baik pada UU Pokok Agraria yang lama yang dilahirkan pada tahun 1960.
Mana yang bagus kita mutakhirkan, kita segarkan dan mana yang kurang sesuai kita sesuaikan. Sehingga kami rancang UU Reforma Agraria untuk dijadikan skala prioritas dan itu semua sejalan dengan apa yang sudah kita hasilkan dituangkan juga dengan adanya rencana UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20 tahun sebagai penjabaran visi bangsa Indonesia,? kata mantan Pimpinan Federasi SPSI Pusat (1985-2002)
ini panjang lebar.
Anggota Komisi IV DPR RI yang juga pernah menjadi Anggota Manggala BP7 Pusat (1984) ini menandaskan, semua kerangka legislasi ini tidak hanya di bidang kewilayahan, namun juga dibidang politik yang akan segera diselesaikan DPR RI.
Kelompok paket UU tentang hukum juga yang akan kita selesaikan yaitu revisi UU tntang MK, KY, Kekusaan Kehakiman, MA, dan KPKKelompok ketiga ini pun harus kami jadikan skala prioritas, ?jelas anggota yang dikenal dengan julukan ?buku berjalan? ini dengan tegas.
Kelompok RUU lain yang menjadi prioritas Bagian Legislasi untuk segera dibahas adalah RUU yang menjamin adanya kemakmuran, kesejahteraan.
?Terutama bidang ekonomi. Tahun ini akan kami selesaikan UU Lahan Abadi pertanian. Lahan abadi untuk tanaman pangan saat ini sangat terancam arena degradasi lingkungan, yang disebabkan adanya alih fungsi, kehancuran irigasi dan tata hidrologis tata air dan pengaruh perubahan musim sehingga semua mengalami kemerosotan.
Kalau di Jepang petaninya dua persen tapi hasil pertaniannya jauh lebih besar dari Indonesia yang mayoritas penduduknya petani. Bahkan petani di Indonesia kerap pula kekurangan pangan. Maka dari itu Baleg DPR RI akan memprioritaskan RUU ini sebagai UU kelompok ketiga termasuk juga UU tentang penyakit hewan dan wabah-wabah penyakit hewan, ? paparnya.
Kehancuran lahan kehutanan di Indonesia, lanjut Bomer, juga menjadi perhatian dari Baleg DPR RI dalam menetapkan prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2007.
?Karena itu Baleg DPR RI menempatkan UU Anti Pembalakan Liar sebagai prioritas sebab kami yakin jika tidak ada perlindungan yang kuat terhadap pembalakan liar ini maka akan ada proses pemiskinan luar biasa bagi rakyat Indonesia, sebagaimana proses kemiskinan dibidang pertanian, masyarakat peternak, kelautan perikanan. Oleh karena itu juga RUU Pengelolaan wilayah pesisir tahun ini kita selesaikan,? kata Bomer.
Namun Bomer berharap, pada tahun ini Baleg dapat menambah jumlah RUU yang menjadi prioritas. Sebab saat ini ini Baleg sudah memiliki 17 tenaga ahli, selain itu kita akan dapat tambahan 13 orang lagi sehingga tenaga ahli terbesar di DPR adalah baleg dengan jumlah 30 orang.
Hubungan dengan konstituen
Keseriusan Bomer tak hanya terlihat dalam melaksanakan tugas bidang legislasi. Dalam hal berhubungan dengan konstituen pun Bomer selalu serius dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat,
?Hubungan dengan konstituen harus selalu dibangun. Jadi kalau kita seorang politisi, maka bagi kita hubungan dengan konstituen itu tidak bisa dibangun secara mendadak, harus ada rancangan dan semuanya harus termanage dengan baik, ? tegas Bomer. Karena itu Bomer mengaku tidak paham dengan banyaknya politisi yang lompat pagar, langsung jadi.
?Menurut saya hal seperti itu tidak baik. Karena saya menyakini untuk menjadi sesuatu, harus ada rancangan terlebih dulu. Semua dihitung, semua dimanage, direncanakan, semua dicalculate. Saya dapil Sumut III dari dahulu. Jadi saya pelihara, dan saya punya nama yang baik disana, dan saya dengan konstituen memiliki hubungan berkesinambungan dan termanage dengan rapi,? papar Bomer.
Managing And Learning Families
Everything must be design. Everything must be plan. Every people must have a good manage for every step.? tampaknya itu merupakan prinsip yang benar-benar dipegang teguh dan dijalankan oleh pria kelahiran Batangtoru Tapanuli Selatan, 22 Agustus 1943 ini.
Bomer berprinsip setiap orang harus memanage dirinya sendiri baik sebagai pilihan hidupnya dan harus selalu terus menerus belajar. "Rancangan manajemen itu antara lain planning. Planning yanag paling perlu untuk dua tahun, lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga pulun tahun yang akan datang. Bagaimana pendidikan saya sekarang, dua tahun lagi, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi. Bagaimana pendidikan anak saya, pekerjaan anak saya dan seterusnya. Semua didalam perencanaan dan semua terus menerus belajar, ? papar Bomer.
Karena itu, lanjut Bomer, dalam keluarga saya, saya selalu menegaskan bahwa adalah managing family yang termanage dan learning family yang terus-menerus belajar.
Ini saya buktikan pada diri saya sehingga seluruh hidup masing-masing anak dan cucu saya sudah dirancang, ? tegas Bomer.
Prinsipnya, terang Bomer, saya dan keluarga saya, membuat suatu piagam yang dirapatkan bersama dalam keluarga. Bomer Pasaribu dan anak-cucu mendeclare diri bahwa keluarga Pasaribu dengan menantunya, anaknya dan cucunya adalah managing and learning families.
Ini kami terapkan karena mereka semua lulusan luar negeri, tidak satupun anak saya yang tidak sekolah diluar negeri, semua lulusan master luar negeri, menantu saya juga, dan itu semua berkat dua prinsip yang kami yakini yaitu memanage diri dengan baik dan selalu terus menerus belajar,? tambahnya.
Berdiri di Dua Kaki
Ketika diangkat sebagai Menaker, Bomer tengah dipercaya sebagai Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Bahkan, saat pengumuman kabinet berlangsung, Bomer sedang berada di kantor SPSI. Selepas dari Menteri, Bomer kembali dipercaya sebagai anggota DPR RI. Kesuksesan demi kesuksesan telah berhasil diraih ayah lima anak ini berkat prinsip-prinsip yang tak hanya diyakininya tapi juga dilaksanakannya.
?Semua anak dan cucu saya juga saya minta memanage diri sendiri. Saya bebaskan mereka untuk memilih masa depan mereka sendiri. Mulai dari SD, SMP, lalu SMA. Semua di rancang sendiri. Intinya kita jangan kumaha angke. Jadi mereka harus mengancang-ancang dirinya dengan manajemen dirinya dan keluarga . Saya tidak pernah mendesign masa depan mereka, saya hanya memberikan pendidikan yang bagus.? kata Bomer.
Namun, lanjut Bomer, saya juga menegaskan agar kita jangan pernah berdiri hanya dalam satu kaki. Saya selalu menegaskan agar kita jangan hanya berdiri dengan satu kaki. Kita harus berdiri dengan dua kaki. Dalam hidup saya sendiri, saya sudah memilih pilihan hidup saya dua, sebagai politisi dan akademisi.
Karena itu saya selalu minta anak cucu mereka mendesaign dirinya berdiri tidak satu kaki tapi dua kaki. Jadi misalnya anak saya sekarang birokrasi, kemudian dia sekolah mengambil doktor, jadi dia dua kaki. Anak saya yang sekarang ada di Australia juga begitu, sekarang dia wiraswasta di perusahaan tapi juga dia masuk kedalam pendidikan.
Diri saya, saya jadikan sebagai contoh.Sejak awal bercita-cita hanya dua, yaitu menjadi politisi dan akademisi. Jadi menjadi politisi dan akademisi.
Akademisi merupakan bidang keahlian saya. Sehingga sampai dua puluh tahun saya terus menerus memimpin delegasi pekerja ke ILO mulai tahun 1982-2002. Bahkan ilmu-ilmu yang berasal dari pengalaman saya, saya pergunakan untuk mata ajaran saya dan bidang saya dan juga dalam menjalankan fungsi saya sebagai politisi. Jadi semua yang kejar, saya sinergi dengan dua kaki ini. Kaki pertama di politisi, kaki kedua di akademisi. Dua ini tidak menjadi permusuhan, tapi kedua kaki ini terus menerus saling mengisi.
Saya terus berjalan menjalankan kekuatan saya dengan prinsip yang saya yakini tadi, yaitu managing dan learning families. Saya terus mengisi diri, ? tandas ayah dari 5 orang anak ini.
Eksekutif V.S. Legislatif
Meski mengaku tidak pernah bermimpi menjadi menteri, namun, suami dari Hj. Sari Ena Lubis ini mengaku mendapatkan banyak pengalaman yang relatif cukup menarik.
Waktu saya di eksekutif, saat itu masih pada masa peralihan dari yang lama ke yang baru. Peranan menteri dalam hal ini juga pemerintah boleh dikatakan masih mendapatkan penghormatan yang baik dari DPR, dimana mereka merespon hubungan antara DPR dengan kabinet relatif masih cukup saling menghargai, saling seimbang, ?tutur Bomer.
Bomer beranggapan posisi di kabinet sekarang jauh lebih sulit karena gaya berpolitik dari para anggota di parlemen sekarang jauh berbeda.
?Di jaman saya secara universal, parlemen language masih santun, baik. Namun sekarang ini parlemen sering bersikap bahasa yang keras, agak tajam. Jadi bila dibandingkan dengan jaman saya, sekarang ini jauh lebih lugas bahkan kadangkala cukup tegas dan keras. Menurut saya agak kurang lagi sesuai dengan apa yang lazim dikatakan dengan parlemen language, ? kritik Bomer.
Namun Bomer mengakui, pengalamannya menjadi salah satu anggota DPR RI periode sekarang, sangat menarik oleh karena begitu banyak hal yang unik.
Yang pertama, saya belum pernah mengalami satu periode dimana fraksi-fraksi begitu banyak sehingga fragmentasinya begitu luas sekali. Kedua yang menurutnya juga sangat signifikan adalah pergeseran peranan yang sangat kuat dari eksekutif heavy menjadi legislatif heavy yang terjadi karena amandemen UUD 45 sebanyak empat kali. Namun pada dasarnya, menurut Bomer, sebetulnya ada juga perkembangan dinamis yang mengarah pada keseimbangan yudikatif heavy.
?Jadi sebetulnya kalau sekarang parlemen dianggap cukup kuat ada benarnya. Tetapi sebenarnya peranan lembaga yudikatif pun sangat kuat. Dan memang betul, bobot dari kekuasaan eksekutif berkurang dimana pada UUD 45 yang disebutkan dengan tegas bahwa consentration of power and responsibility abounded the president. Itu adalah terjemahan yang langsung otentik dari UUD 45 sebelum amandemen dimana consentration of power and responsibility abounded the president artinya seluruh puncak-puncak pemusatan kekuasaan dan pertanggungjawaban berada pada kendali penuh presiden. Pergeseran ini juga menimbulkan fenomena yang sangat berbeda dengan masa lalu, ?papar Bomer.
Reformasi Kebabalasan
Pengalaman menarik lain yang dirasakan Bomer dengan menjadi anggota DPR RI pada periode transisi, adalah adanya pengalaman nelihat kenyataan bahwa pada masa peralihan dari periode Orba ke orde reformasi ini telah terjadi transisi yang tidak berjalan mulus.
?Mengapa tidak berjalan mulus ? Ada beberapa penyebab. Pertama, ada bagian-bagian dari reformasi ini yang menurut saya cenderung kebablasan. Misalnya adalah didalam otonomi. Dimana ada daerah yang jumlah penduduknya 8531 orang bisa berdiri sendiri menjadi daerah kabupaten otonom yang mempunyai seorang bupati, wakil bupati, puluhan dinas dan DPRD, ?terang Bomer.
Sebagai salah seorang pimpinan Baleg DPR, Bomer Pasaribu mendapati kenyataan yang menunjukkan betapa berbagai perkembangan dalam otonomisasi ini terlalu dinamis dan kadangkala ada bagian yang cenderung out of control.
?Tidak satupun RUU yang lepas dari proses Baleg. Karena itu saya merasakan usul-usul dari daerah dan juga berbagai pihak untuk mengadakan pemekaran besar-besaran baik di tingkat kabupaten kota sampai provinsi, sebagian juga justru menimbulkan problematika baru, ? kata Bomer.
Bahkan, lanjut Bomer, pernah saya ingatkan bahwa perkembangan yang begitu dahsyat dari pemekaran ini cenderung berlebihan dan dapat menjadi bom waktu. Jika semua permohonan menjadi daerah otonom kabupaten kota atau provinsi diloloskan, bukan tidak mungkin diakhir masa jabatan presiden sekarang ini bisa menjadi antara 700-1000 daerah otonom. Itu bisa menjadi bom waktu yang kontra produktif.
?Menurut saya dengan banyaknya perluasan dan banyaknya pemekaran telah terjadi proses birokratisasi pemerintahan yang luar biasa yang sangat mengganggu manajemen yang sehat dibidang eksekutif demikian juga di bidang politik dan legislatif. Sehingga pemekaran itu bukannya menimbulkan kelipatgandaan kesejahteraan masyarakat tetapi yang terjadi adalah birokratisasi regulasi yang menimbulkan beban justru dari masyarakat harus membiayai aparat birokrasi, ? tegasnya.
Hal lain yang menurut Bomer juga sangat kebablasan adalah banyaknya organisasi-organisasi independen yang baru.
?Sekarang ini ada 29 organisasi independen baru yang seyognya itu dilingkungan eksekutif tetapi tidak bisa dikendalikan presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Contohnya badan penyiaran, badan yang mengawasi BI, badan yang mengawasi kejaksaan, badan yang mengawasi kepolisian, dan banyak lagi, ? kata Bomer.
Menurut Bomer ada kecenderungan setiap UU melahirkan lembaga otonom baru. Sehingga sebagai pimpinan Baleg, Bomer akan mempertimbangkan akan hanya akan meloloskan adanya badan otonom itu, apabila secara manajemen benar-benar sangat dibutuhkan.
?Kalau tidak lembaga otonom akan bertambah terus sehingga dapat menyulitkan pemerintahan karena akan terjadi kesemerawutan manajemen dan itu dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan mata rantai pengambilan keputusan dapat mengalami kemacetan, ? kata Bomer.
Eforia Reformasi
Bertukar pikiran dengan lulusan program S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (1976), dan sekaligus program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (1980) dan program S2 Institut Pertanian Bogor (1996) serasa tiada habis ide cemerlang yang akan kita peroleh dari buah pemikiran anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini.
Menurut alumni SDN Padang Sidempuan (1955), SMPN B Padang Sidempuan (1958), dan SLTAN B Padang Sidempuan (1961) ini dampak jelek dari pemekaran wilayah yang merupakan eforia dari reformasi adalah, Indonesia akan mengalami kesulitan luar biasa didalam penanganan kesejahteraan rakyatnya.
?Sebab dengan jumlah penduduk yang sedikit dan ada Bupati, Wakil Bupati, Dinas dan DPRD dengan biaya sendiri sehingga bukan masyarakat yang disejahterakan tapi pencarian dana untuk menghidupi birokrasi yang menurut saya akan terjadi birokratisi besar-besaran. Padahal kecenderungan dari demokrasi adalah debirokratisasi, ?jelas Bomer.
Untuk itu, terang Bomer, dalam program legislasi DPR RI, yang di loloskan adalah RUU yang benar-benar diperlukan seperti UU Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan yang mengatur perlunya badan penyuluhan pertanian yang pada masa lalu agar kita bisa swasembada pangan pada tahun 1984.
Hal lain yang dinilai Bomer kebablasan adalah berlebihannya pertumbuhan organisasi sosial politik dan kemasyarakatan.
Contohnya dibidang organisasi politik sampai sekarang hampir tiap minggu ada parpol baru yang mendaftarkan di DephukdanHAM, ? tambah Bomer. Karena itu, kedepan, menurut Bomer, harus dilakukan rasionalisasi kepartaian.
Ini untuk menuju yang jumlahnya lebih rasional tapi berlipat ganda dalam kualitasnya. Jadi bukan lagi ratusan parpol tapi efektif, misalkan hanya lima, enam atau tujuh parpol. Oleh karena itu kami di Baleg mengadakan diskusi dengan staff ahli kami untuk nanti didalam menyongsong UU politik yang akan datang kita rasionalisasikan.
Demikian juga di bidang ketenagakerjaan. Sekarang ini ada 91 organisasi nasional ketenagakerjaan, itu terlalu banyak sehingga serikat buruh dan pekerja itu tidak kuat. Bandingkan dengan Malaysia hanya dua, Jepang hanya tiga yang bersifat nasional. Di Indonesia ada 91,saya pikir terlalu banyak akhinya tidak ada yang kuat. Menurut saya ini suasana yang euforia, ? papar Bomer.
Itulah pemikiran Bomer Pasaribu, sang Karang Kokoh di tengah lautan. Ibarat karang, begitulah sosok Bomer Pasaribu, teguh memegang prinsip yang diyakininya dan melaksanakannya dalam menghadapi gelombang kehidupan yang begitu kencang mendera.
Jika ada selentingan kurang nyaman di dengar tentang wakil rakyat yang kerap di cerca lantaran sering kosongnya ruang-ruang rapat di DPR RI baik saat rapat paripurna maupun rapat alat-alat kelengkapan DPR RI lainnya, niscaya begitu melihat sosok Bomer Pasaribu yang serius dan senantiasa mengeluarkan ide-ide segar dalam rapat-rapat di DPR RI, image buruk itu akan sirna.
Begitu banyak kisah tentang Bomer Pasaribu. Mulai dari ketegarannya saat perahu nelayan yang ditumpanginya tersesat hingga mencapai batas wilayah perairan Australia saat mengikuti kunjungan kerja Komisi IV DPR RI ke Nusa Tenggara Barat hingga sifat keBapak-an Bomer yang demikian santun dalam bersikap kepada semua staf Sekretariat Jenderal DPR RI yang membantunya.
Pak Bomer itu selalu membawa ?buku pintar?nya kemanapun dia pergi. Begitu mendengar sesuatu hal penting beliau langsung mencatatnya. Demikian pula saat mengeluarkan pernyataan, beliau selalu menyatakannya disertai dengan data-data yang akurat. Pokoknya, kita tanya masalah apapun, baik tentang ketenagakerjaan, pertanian, pelaksanaan fungsi legislasi Dewan, pasti Pak Bomer bisa menjawabnya, ? kata salah seorang reporter Parlementaria yang kerap mengikuti kunjungan kerja Komisi IV DPR RI.
Tak hanya itu, saat penumpang pesawat yang lain asik terlelap dalam tidur, atau bercakap-cakap, Bomer Pasaribu justru asik membolak-balik buku yang sengaja dibawanya sebagai pengisi waktu luang.
Bahkan, pernah suatu saat ketika Bomer Pasaribu memimpin rombongan Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke Provinsi Sumatera Utara, tak segan-segan Bomer menambahkan dua agenda sekaligus lantaran adanya laporan dari konstituen tentang pelaksanaan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang kurang sesuai di Sibolangit.
Meki dikenal sebagai sosok yang work a holic Bomer tetap menyeimbangkan setiap ritme kerjanya dengan menjaga kesehatannya. Setiap pagi, di saat masih banyak diantara kita tertidur lelap, Bomer selalu meluangkan waktu usai sholat subuh untuk lari pagi. Wajar apabila di usianya yang paruh baya, stamina Bomer tetap terjaga. Rutinitasnya dalam melaksanakan aktivitas lari pagi yang terjadwal, menunjukkan keseriusannya dalam merencanakan segala sesuatu hal. Keseriusannya dalam merencanakan dan menghadapi segala sesuatu dalam kehidupan, itulah membuat Bomer Pasaribu merupakan figur langka yang patut dijadikan suri tauladan.
Andaikan semua generasi muda memahami pemikiran dan meneladani sosok Bomer Pasaribu, mungkin, para pemimpin bangsa tak perlu meluangkan begitu banyak tenaga dan pikiran untuk memberantas makin merajalelanya peredaran narkoba di kalangan generasi muda. Sebab, seperti keyakinan yang telah dijalankan Bomer Pasaribu, setiap orang harus merencanakan masa depannya sendiri dengan sebuah perencanaan matang dan perencanaan itu tidak hanya mengandalkan kemampuan kita hanya di satu bidang, melainkan kita harus mampu berdiri diatas dua kaki, seperti seorang Bomer Pasaribu, tak hanya dikenal sebagai politisi yang serius,handal dan cerdas, Bomer Pasaribu juga dikenal menguasai semua bidang keilmuan yang digelutinya.
Pendidikan
- SDN Padang Sidempuan (1955)
- SMPN B Padang Sidempuan (1958)
- SLTAN B Padang Sidempuan (1961)
- S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (1976)
- S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (1980)
- S2 Institut Pertanian Bogor (1996)
- S3 Institut Pertanian Bogor (2000)
Pengalaman Kerja
- Staf Pimpinan Bank di Medan (1967-1980)
- DPRD Prov. Sumatera Utara (1971-1982)
- Anggota DPR RI / MPR RI Fraksi Karya Pembangunan (1982-1987)
- Anggota MPR RI (1998-1999)
- Menteri Tenaga Kerja Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2000)
- Anggota DPR RI / MPR RI Fraksi Partai Golongan Karya (2004-2009)
- Guru Besar MB IPB Manajemen Agribisisnis IPB (2006-sekarang)
- Duta Besar RI untuk Denmark dan Lituania (dilantik Presiden SBY 21 Desember 2011 di Jakarta)
Pengalaman Organisasi
- Pimpinan Golkar Sumut & Pusat, (1964-2004)
- Anggota Manggala BP7 Pusat, (1984)
- Ketua Umum Federasi Serikat, Pekerja Seluruh Indonesia, Jakarta (1995-2000)
- Pimpinan Federasi SPSI Pusat, (1985-2002)
- Pimpinan ISEI & PADI Pusat, (1999-2004)
- Pimpinan IRDES Jakarta, (2001-2004)
- Ketua Umum HPWD, (2001-2004)
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon