Alirahman (lahir di Menggala, Tulang Bawang, Lampung, 10 Oktober 1945; umur 73 tahun) adalah Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Persatuan Nasional.
Riwayat hidup
Sejak kelahirannya di Menggala, 10 Oktober 1945, kesederhanaan hidup menjadikan semangat Alirahman, Menteri-Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid, bangkit dan membentuknya berkemauan keras.
Alirahman mendapatkan didikan sang ayah. Munzir, manusia yang paling dikaguminya itu berharap Alirahman mandiri, bahkan tanpa menggantungkan harapan pada sepotong cita-cita atau angan-angan. Alirahman yakin kemajuan hanya bisa dicapai dengan peningkatan iman dan takwa; sedang membaca dan belajar sekadar menjadi kegiatan rutin.
"Karena pergolakan ekonomi, saya dan keluarga pindah dari Tanjungkarang ke Menggala. Dalam perjalanan, Zubaidah, ibu yang sangat kami cintai, meninggal dunia," kenang Alirahman.
Realitas dan kenyataan hidup terus mengajarinya betapa hidup penuh perjuangan. Karakternya kian dibentuk. Semangat hidupnya tumbuh. Pola pikir makin berkembang. "Ayah mendidik saya sangat keras, tapi dengan kandungan kebijaksanaan. Suatu hari, ada famili membuka toko kelontongan, saya ikut membantu. Tapi ayah melarang. Ayah, penjahit dan pedagang kelontong, justru menyuruh saya mencari pekerjaan lain," kata Alirahman.
Suatu ketika ia meminta sepatu. Permintaannya langsung ditolak. Alirahman bertanya kenapa. Sang ayah justru menekankan agar Alirahman cari akal. "Pergilah memancing dan jual ikannya. Nanti kamu dapat uang, terus beli sepatu," ujarnya.
Cara ayah mendidiknya tidak sebatas lewat realitas hidup sehari-hari. Ia juga memberi gambaran dari beberapa sosok besar dunia seperti Abraham Lincoln, H.O.S. Tjokroaminoto, dan H. Agus Salim. Tidak jarang ayahnya berdiskusi dengan anak-anaknya. Kata ayahnya, keberhasilan yang hakiki muncul dari pribadi sendiri.
Ketika pada suatu kali bersama adiknya sedang menderes karet dan menggembala empat kambing, dia bertanya kepada sang ayah: Sesungguhnya apa yang diinginkan ayah dari anak-anaknya.
Ayahnya menjawab simpel: Kamu dapat menjadi kebanggaan orang tua, kebanggaan keluarga, syukur-syukur kebanggaan bangsa dan negara.
Tidak heran jika kini ditanya apa cita-citanya sejak kecil, Alirahman spontan menjawab dia tidak tahu apakah sewaktu kecil sudah punya cita-cita. Yang dia paham, kalau mau, sekolahlah menuntut ilmu. Pendidikan membuka jendela masa depan. Filosofi itu menggerakkannya keluar kampung halaman. Dengan menumpang kapal Halimun dan kereta api, sampailah Alirahman di Jakarta.
Dalam pengembaraan kehidupannya, Alirahman pernah pula tinggal di Ponorogo dan akhirnya tinggal cukup lama di Bogor. Di Jakarta dan di Bogor, dia menimba ilmu sepuasnya sehingga sempat melupakan tanah kelahiran dan kampung halaman. Pendidikan dasar dan menengah dilalui dengan gemilang. Tahun 1973 ia merengkuh gelar insinyur dari Institut Pertanian Bogor.
Periode 1970--1972, suami Mirna Ali (kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 8 Juli 1947) ini duduk sebagai sekretaris jenderal Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) IPB. Bagi dia, masa kuliah di IPB sangat menyenangkan karena banyak dosen peduli kemajuan mahasiswa.
Dia menyebut Andi Hakim Nasution sebagai pengajar yang tekun dan demokrat serta menganggap mahasiswa sebagai teman belajar. Nama ini abadi dalam ingatannya.
Dalam 1971--1972, ayah dua anak (Dahlia Agustini Ali, kelahiran Jakarta, 5 Agustus 1975, dan Hilman Ali, kelahiran 21 September 1976) ini menduduki kursi ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Bogor. "Sejak saat itu, saya mengenal Nurcholish Madjid dan mengaguminya," kata dia.
Selama 1972--1973, lulusan diploma dari Pendidikan Perencanaan Nasional (PPN) Universitas Indonesia (1975) itu menduduki kursi Ketua Dewan Mahasiswa IPB. "Di UI saya mengenal konsep ilmu ekonomi, yang diajarkan Sri Edi-Swasono," kata dia. Tugas pertamanya setelah menjadi pegawai negeri di Bappenas tahun 1974 adalah membantu kepala Biro Pertanian dan Pengairan menyusun konsep pelaksanaan program bimbingan massal (bimas) usaha ternak ayam.
Tahun 1975, bersama drh. Daman Danuwijaya, drh. Yaman, dan drh. Mangungsong, dia memprakarsai penyusunan konsep pelaksanaan pemanfaatan teknologi kawin suntik (artificial insemination) pada peternakan sapi perah di Pengalengan dan Malang.
"Selama di Bappenas, saya sangat terkesan dengan Widjoyo Nitisastro. Dia selalu mendorong dan mendidik untuk maju. Dia amat teliti soal akurasi data. Dia pun terkadang mengirim salinan buku-buku ekonomi," tuturnya.
Menyinggung masa awal ketika ditugaskan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Menteri-Sekretaris Negara, Alirahman menyatakan sempat tidak tahu penunjukan itu. Ketika namanya disebut masuk Kabinet Persatuan Nasional yang diumumkan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri beberapa hari setelah usainya SU MPR 1999, Alirahman sedang rapat di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Waktu itu posisinya deputi Perencanaan dan Pengembangan Kepegawaian.
Beberapa rekan menerobos ruang rapat dan mengucapkan selamat. "Cek dulu," jawab saya. Akhirnya Alirahman resmi disebut. Dia pun langsung berdoa bersama anak yatim piatu di Al-Hasanah, Mampang, Jakarta Selatan. "Visi saya mengubah Sekretariat Negara dari power center menjadi service center, seperti yang pernah saya pelajari tentang Gedung Putih di Amerika," kata dia.
Selama menduduki jabatan sesneg, dia sudah bertekad membantu Gur Dur mengembangkan Republik Indonesia menjadi negara kuat. Negara kuat digambarkan oleh tegaknya hukum, tertibnya hukum, meningkatnya penerimaan pajak, dan kuatnya sistem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Karena yakin jabatan itu semata hidayah dan bukan titipan, dia bekerja keras, kendati harus pulang larut.
Pendidikan:
Insinyur, tamat IPB tahun 1973
Diploma, Pendidikan Perencanaan Nasional (PPN),
Universitas Indonesia, tahun 1975
M.Sc. Economics, Colorado State University,
USA, tahun 1982
Ph.D., Agricultural and Natural Resource Economics,
Colorado State University, USA, tahun 1985
Jabatan
A. Sekretaris Negara
Riwayat hidup
Sejak kelahirannya di Menggala, 10 Oktober 1945, kesederhanaan hidup menjadikan semangat Alirahman, Menteri-Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid, bangkit dan membentuknya berkemauan keras.
Alirahman mendapatkan didikan sang ayah. Munzir, manusia yang paling dikaguminya itu berharap Alirahman mandiri, bahkan tanpa menggantungkan harapan pada sepotong cita-cita atau angan-angan. Alirahman yakin kemajuan hanya bisa dicapai dengan peningkatan iman dan takwa; sedang membaca dan belajar sekadar menjadi kegiatan rutin.
"Karena pergolakan ekonomi, saya dan keluarga pindah dari Tanjungkarang ke Menggala. Dalam perjalanan, Zubaidah, ibu yang sangat kami cintai, meninggal dunia," kenang Alirahman.
Realitas dan kenyataan hidup terus mengajarinya betapa hidup penuh perjuangan. Karakternya kian dibentuk. Semangat hidupnya tumbuh. Pola pikir makin berkembang. "Ayah mendidik saya sangat keras, tapi dengan kandungan kebijaksanaan. Suatu hari, ada famili membuka toko kelontongan, saya ikut membantu. Tapi ayah melarang. Ayah, penjahit dan pedagang kelontong, justru menyuruh saya mencari pekerjaan lain," kata Alirahman.
Suatu ketika ia meminta sepatu. Permintaannya langsung ditolak. Alirahman bertanya kenapa. Sang ayah justru menekankan agar Alirahman cari akal. "Pergilah memancing dan jual ikannya. Nanti kamu dapat uang, terus beli sepatu," ujarnya.
Cara ayah mendidiknya tidak sebatas lewat realitas hidup sehari-hari. Ia juga memberi gambaran dari beberapa sosok besar dunia seperti Abraham Lincoln, H.O.S. Tjokroaminoto, dan H. Agus Salim. Tidak jarang ayahnya berdiskusi dengan anak-anaknya. Kata ayahnya, keberhasilan yang hakiki muncul dari pribadi sendiri.
Ketika pada suatu kali bersama adiknya sedang menderes karet dan menggembala empat kambing, dia bertanya kepada sang ayah: Sesungguhnya apa yang diinginkan ayah dari anak-anaknya.
Ayahnya menjawab simpel: Kamu dapat menjadi kebanggaan orang tua, kebanggaan keluarga, syukur-syukur kebanggaan bangsa dan negara.
Tidak heran jika kini ditanya apa cita-citanya sejak kecil, Alirahman spontan menjawab dia tidak tahu apakah sewaktu kecil sudah punya cita-cita. Yang dia paham, kalau mau, sekolahlah menuntut ilmu. Pendidikan membuka jendela masa depan. Filosofi itu menggerakkannya keluar kampung halaman. Dengan menumpang kapal Halimun dan kereta api, sampailah Alirahman di Jakarta.
Dalam pengembaraan kehidupannya, Alirahman pernah pula tinggal di Ponorogo dan akhirnya tinggal cukup lama di Bogor. Di Jakarta dan di Bogor, dia menimba ilmu sepuasnya sehingga sempat melupakan tanah kelahiran dan kampung halaman. Pendidikan dasar dan menengah dilalui dengan gemilang. Tahun 1973 ia merengkuh gelar insinyur dari Institut Pertanian Bogor.
Periode 1970--1972, suami Mirna Ali (kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 8 Juli 1947) ini duduk sebagai sekretaris jenderal Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) IPB. Bagi dia, masa kuliah di IPB sangat menyenangkan karena banyak dosen peduli kemajuan mahasiswa.
Dia menyebut Andi Hakim Nasution sebagai pengajar yang tekun dan demokrat serta menganggap mahasiswa sebagai teman belajar. Nama ini abadi dalam ingatannya.
Dalam 1971--1972, ayah dua anak (Dahlia Agustini Ali, kelahiran Jakarta, 5 Agustus 1975, dan Hilman Ali, kelahiran 21 September 1976) ini menduduki kursi ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Bogor. "Sejak saat itu, saya mengenal Nurcholish Madjid dan mengaguminya," kata dia.
Selama 1972--1973, lulusan diploma dari Pendidikan Perencanaan Nasional (PPN) Universitas Indonesia (1975) itu menduduki kursi Ketua Dewan Mahasiswa IPB. "Di UI saya mengenal konsep ilmu ekonomi, yang diajarkan Sri Edi-Swasono," kata dia. Tugas pertamanya setelah menjadi pegawai negeri di Bappenas tahun 1974 adalah membantu kepala Biro Pertanian dan Pengairan menyusun konsep pelaksanaan program bimbingan massal (bimas) usaha ternak ayam.
Tahun 1975, bersama drh. Daman Danuwijaya, drh. Yaman, dan drh. Mangungsong, dia memprakarsai penyusunan konsep pelaksanaan pemanfaatan teknologi kawin suntik (artificial insemination) pada peternakan sapi perah di Pengalengan dan Malang.
"Selama di Bappenas, saya sangat terkesan dengan Widjoyo Nitisastro. Dia selalu mendorong dan mendidik untuk maju. Dia amat teliti soal akurasi data. Dia pun terkadang mengirim salinan buku-buku ekonomi," tuturnya.
Menyinggung masa awal ketika ditugaskan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Menteri-Sekretaris Negara, Alirahman menyatakan sempat tidak tahu penunjukan itu. Ketika namanya disebut masuk Kabinet Persatuan Nasional yang diumumkan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri beberapa hari setelah usainya SU MPR 1999, Alirahman sedang rapat di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Waktu itu posisinya deputi Perencanaan dan Pengembangan Kepegawaian.
Beberapa rekan menerobos ruang rapat dan mengucapkan selamat. "Cek dulu," jawab saya. Akhirnya Alirahman resmi disebut. Dia pun langsung berdoa bersama anak yatim piatu di Al-Hasanah, Mampang, Jakarta Selatan. "Visi saya mengubah Sekretariat Negara dari power center menjadi service center, seperti yang pernah saya pelajari tentang Gedung Putih di Amerika," kata dia.
Selama menduduki jabatan sesneg, dia sudah bertekad membantu Gur Dur mengembangkan Republik Indonesia menjadi negara kuat. Negara kuat digambarkan oleh tegaknya hukum, tertibnya hukum, meningkatnya penerimaan pajak, dan kuatnya sistem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Karena yakin jabatan itu semata hidayah dan bukan titipan, dia bekerja keras, kendati harus pulang larut.
Pendidikan:
Insinyur, tamat IPB tahun 1973
Diploma, Pendidikan Perencanaan Nasional (PPN),
Universitas Indonesia, tahun 1975
M.Sc. Economics, Colorado State University,
USA, tahun 1982
Ph.D., Agricultural and Natural Resource Economics,
Colorado State University, USA, tahun 1985
Jabatan
A. Sekretaris Negara
1999--2000 Sekretaris Negara (State Secretary) RI
B. BKN
11-8-1999 Deputi Perencanaan dan Pengembangan Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara (BKN).
11-8-1999 Deputi Perencanaan dan Pengembangan Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara (BKN).
C. Bappenas
1995--1999 Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Pembangunan (Pusdiklat Renbang), Bappenas
1994--1995 Kepala Biro Administrasi Pendidikan dan Pelatihan, Bappenas.
1994--1995 Banasmen II, Penanggulangan Kemiskinan, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional.
1994--1995 Kepala Divisi I Overseas Training Office (OTO), Bappenas.
1993--1994 Kepala Biro Pertanian, Pangan, dan Kehutanan, Bappenas.
1986--1993 Kepala Biro Pertanian dan Pengairan, Bappenas.
Kerja Sama Internasional
Sejak tahun 1986 bersama OECF, IFAD, World Bank, dan Asian Development Bank menyusun konsep berbagai kebijakan publik dan proyek perkebunan, perikanan, tanaman pangan, peternakan, dan pengairan.
Referensi:
1995--1999 Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Pembangunan (Pusdiklat Renbang), Bappenas
1994--1995 Kepala Biro Administrasi Pendidikan dan Pelatihan, Bappenas.
1994--1995 Banasmen II, Penanggulangan Kemiskinan, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional.
1994--1995 Kepala Divisi I Overseas Training Office (OTO), Bappenas.
1993--1994 Kepala Biro Pertanian, Pangan, dan Kehutanan, Bappenas.
1986--1993 Kepala Biro Pertanian dan Pengairan, Bappenas.
Kerja Sama Internasional
Sejak tahun 1986 bersama OECF, IFAD, World Bank, dan Asian Development Bank menyusun konsep berbagai kebijakan publik dan proyek perkebunan, perikanan, tanaman pangan, peternakan, dan pengairan.
Referensi:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 195-197. (http://paratokohlampung.blogspot.co.id/2008/11/alirahman-1945-bersekolah-pada.html)
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon